GURU
TELADAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER
NAMA : SETIAWAN WIBOWO
NO.REG : 5415131725
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
(SMT.101/2014)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat Allah swt. berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu, salam dan taslim tak lupa
penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad saw. karena berkat jasa beliau sehingga penulis
sebagai seorang manusia diberi kesempatan untuk mengecap suatu nikmat yang
sangat besar yaitu pendidikan dengan keadaan beriman kepada Allah swt.
Makalah yang berjudul “ Guru
Teladan dan Pendidikan Karakter” ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Profesi Kependidikan. Makalah ini ditulis guna meningkatkan pengetahuan tentang
Keteladanan seorang guru dan pentingnya pendidikan karakter.
Penulisan makalah ini tidak mungkin
selesai tanpa dukungkan
dan motivasi dari berbagai pihak.Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Soegiyanto, M.PD selaku dosen Mata Kuliah Profesi Kependidikan
2.Orang tua penulis yang memberikan dukungan tiada hentinya
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum
sempurna. Oleh
karena itu, penulis mohon kritik
dan saran yang mendukung dari berbagai pihak.
Jakarta, 3 November 2013
Penulis
SW
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
1. BAB1
PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah.......................................................................................... 2
2. BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................. 3
2.1 Pengertian Pendidikan Karakter................................................................. 3
2.2 Tujuan Pendidikan Karakter....................................................................... 5
2.3 Hubungan Keteladanan Guru dan
Pendidikan Karakter............................ 5
2.4 Pembelajaran Modeling .............................................................................. 8
2.5 Cara menjadi Guru Teladan dalam
Pendidikan Karakter........................... 9
3. BAB 3 PENUTUP............................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 12
3.2 Saran............................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan Karakter Siswa anak didik dimana setiap
manusia yang terlahir ke dunia merupakan anugrah dan setiap manusia menyandang
potensinya masing-masing. Ia akan menjadi manfaat atau tidak untuk dirinya
sendiri dan lingkungannya tergantung perlakuan yang diterima dirinya. Kualitas
kemanusiaan sangat bergantung dari pendidikan yang diberikan. Semakin
berkualitas pendidikan yang diberikan, akan semakin berkualitas pula kualitas
sumber daya manusia yang dihasilkan.
Disini peran guru bukan sekadar mentransfer pelajaran
kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru bertanggung jawab membentuk
karakter peserta didik sehingga menjadi generasi yang cerdas, saleh, dan
terampil dalam menjalani kehidupannya. Inilah tugas guru yang amat strategis
dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik
semakin nyata menggantikan sebagian besar peran orang tua yang notabene adalah
pengemban utama amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berbagai sebab dan alasan,
orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggungjawabnya kepada guru
di sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Menyadari hal itu, dalam makalah ini penulis mengambil
judul “Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter“. Karenanya, di pundak guru
terletak salah satu beban untuk merestorasi karakter dan kepribadian mulia
bangsa Indonesia yang telah berada pada titik nadir. Guru diharapkan bisa
mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang selama ini telah tergantikan
dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki kepribadian, bangsa yang
kacau, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini melekat pada
bangsa tercinta ini.
1.2 Tujuan Makalah
1.Menjelaskan pengertian karakter siswa.
2.Memaparkan tujuan dari pendidikan karakter.
3.Menjelaskan tentang keteladanan guru dalam pendidikan berkarakter.
1.3 Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter siswa?
2.Apakah tujuan dari pendidikan berkarakter?
3.Bagaimana hubungan keteladanan guru dan pendidikan berkarakter?
4.Mengapa pembelajaran modeling dibutuhkan pada pembelajaran berkarakter?
5.Bagaimana menjadi guru yang teladan dalam pendidikan berkarakter?
1.4 Batasan Makalah
Dalam makalah ini akan mengurai upaya Keteladanan Guru
dalam pendidikan berkarakter. Kupasan selengkapnya mencakup pengertian
pendidikan karakter siswa, tujuan pendidikan berkarakter, hubungan keteladanan
guru dan pendidikan berkarakter, pembelajaran modeling dan cara menjadi guru
teladan dalam pendidikan berkarakter.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pendidikan Karakter Siswa
Menurut Ratna Megawangi (2007), pendidikan
karakter siswa adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the
good, loving the good, dan acting the good.
Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind,
heart, and hands. Dengan demikian, kurang tepat jika menganggap pendidikan
karakter hanya urusan mata pelajaran agama atau PKN. Pendidikan karakter
melekat pada mata pelajaran apapun. Bahkan, rasanya tidak adil jika pendidikan
karakter hanya dibebankan dan menjadi tanggung jawab institusi sekolah.
Pendidikan karakter siswa harus bermula dan ditanamkan dari lingkungan
keluarga, sebab keluarga adalah fondasi utama pendidikan. Betapa pun baiknya
pendidikan formal di sekolah, betapa pun sudah didukung oleh perangkat
teknologi canggih, jika tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang baik,
hasilnya tidak akan memuaskan. Keluarga adalah basis terkecil dari kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan dalam keluarga harus ditopang juga oleh lingkungan
dan masyarakat yang sehat, serta didukung oleh pemerintahan yang bersih. Meski
terkadang pemerintahan yang bersih masih menjadi utopia. Jika tidak begitu,
pendidikan karakter akan sulit untuk direalisasikan dan hanya akan menjadi
wacana saja, maka dari itu mari kita mulai sedini mungkin tentang pendidikan
karakter siswa.
Pendidikan Karakter Siswa yang baik, menurut John Luther, lebih patut
dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adalah anugerah.
Karakter yang baik tidak dianugerahkan kepada kita. Kita harus membangunnya
sedikit demi sedikit dengan pikiran, pilihan, keberanian, dan usaha keras.
Karakter memang laksana “otot” yang memerlukan latihan demi latihan untuk
menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Oleh karena itu,
pendidikan karakter memerlukan proses pemahaman, penanaman nilai, dan
pembiasaan, sehingga seorang anak didik dapat mencintai perbuatan baik
berdasarkan kesadaran yang timbul dari dirinya. Dalam kaitan inilah kita
melihat banyaknya kekeliruan dan kegagalan dalam konsep dan kebijakan
pendidikan nasional yang terlalu mengarahkan anak didik untuk semata-mata
terampil menjawab soal. Anak dihargai tinggi jika mampu menjawab soal-soal
ujian. Mata pelajaran diarahkan untuk latihan kognitif semata dengan
menjejalkan informasi sebanyak mungkin kepada para siswa.
Pendidikan karakter siswa bukanlah sebuah proses menghafal
materi soal ujian dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan
pembiasaan dan harus berangkat dari kesadaran masing-masing individu. Sebab,
segala sesuatu yang berangkat dari kesadaran akan lebih bertahan lama
dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar dirinya.
Hal ini yang menjadi titik penting, yaitu
bagaimana menumbuhkan sifat sadar atau kesadaran yang mampu memberi hal positif
bagi terciptanya perilaku dan perangai yang baik.
2.2 Tujuan
Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter siswa itu sendiri
pada hakikatnya tidak hanya menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang
harus menanamkan karakter positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan
seseorang. Tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan orang yang baik.
Siapakah manusia yang baik itu? Yaitu manusia yang mengenal dirinya, lalu ia
mengenal Tuhannya. Ia mengenal potensi yang ada pada dirinya dan mampu
mengembangkannya. Pendidikan akan menghasilkan manusia paripurna yang dapat
memaknai hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan dan makhluk sosial. Hal ini
dimaksudkan agar manusia yang berpendidikan itu cerdas otaknya sekaligus waras
perilakunya.
Pendidikan harus kembali kepada fungsi asalnya, yaitu menanamkan karakter
positif warga negara sesuai dengan fungsi pendidikan yang tersurat dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menjelaskan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Intinya, karakter warga negara harus ditopang oleh
nilai-nilai moral, sehingga akan tercipta kesalehan sosial.
2.3 Hubungan Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter
Guru sejatinya bukan sembarang pekerjaan, melainkan profesi yang pelakunya
memerlukan berbagai kelebihan, baik terkait dengan kepribadian, akhlak,
spiritual, pengetahuan dan keterampilan. Peran guru bukan sekadar mentransfer
pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru bertanggungjawab
membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi generasi yang cerdas, saleh,
dan terampil dalam menjalani kehidupannya. Inilah tugas guru yang amat
strategis dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru sebagai pendidik semakin nyata
menggantikan sebagian besar peran orang tua yang notabene adalah pengemban
utama amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniakan kepadanya. Dengan berbagai
sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan tanggung jawabnya
kepada guru di sekolah dengan berbagai keterbatasannya. Demikian pula
masyarakat yang kontrol sosialnya semakin melemah dan pemerintah yang selama
ini lebih menitikberatkan pembangunan di sektor fisik, semuanya ikut mengambil
andil terhadap kegagalan pembentukan karakter bangsa.
Menyadari hal ini, pemerintah mulai tahun ajaran 2011/2012 menjadikan
pendidikan berbasis karakter sebagai gerakan nasional mulai dari Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi termasuk pendidikan nonformal dan
informal. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyatakan, ”Pembentukan
karakter siswa tidak bisa lepas dari peran guru. Bagaimana manusia Indonesia
pada tahun 2045 mendatang (100 tahun Indonesia merdeka), ditentukan bagaimana
guru membentuk siswa saat ini” (www.kemdikbud.go.id).
Karenanya, di pundak guru terletak salah satu beban untuk merestorasi karakter
dan kepribadian mulia bangsa Indonesia yang telah berada pada titik nadir. Guru
diharapkan bisa mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang selama ini
telah tergantikan dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki kepribadian,
bangsa yang kacau, jorok, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang
kini melekat pada bangsa tercinta ini.
Kegagalan membentuk karakter bangsa merupakan kesalahan kolektif yang harus
dibenahi bersama. Oleh karena itu solusi yang paling tepat untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan berkomitmen untuk melakukan perbaikan secara kolektif
pula. Masing-masing kita harus instrospeksi diri dan berusaha keras untuk
mencari solusi guna memperbaiki dan mengembalikan serta meningkatkan karakter
positif bangsa. Lakukan yang terbaik yang kita bisa, jangan sibuk mencari
kesalahan orang lain. Tapi mari kita mulai dari diri kita, orang terdekat kita
dan tugas di bawah tanggung jawab kita. Dan guru adalah salah satu pilar
penentu keberhasilan pendidikan karakter.
Dari berbagai asal dan dengan berbagai alasan banyak orang memilih profesi
guru. Apapun latar belakangnya, apapun motivasinya, dan apapun alasannya,
profesi guru menuntut kompetensi sebagai guru. Guru berkompeten yang diharapkan
tentu saja guru yang tidak hanya mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, tapi
juga harus mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik
mungkin.
Merujuk pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seorang guru
harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogis,
personal, dan sosial. Dari keempat kompetensi tersebut, aspek yang paling
mendasar untuk menjadi seorang guru yang berkarakter dan layak diteladani
adalah aspek kepribadian (personalitas). Karena aspek kepribadian inilah yang
menjadi cikal bakal lahirnya komitmen diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan
kuat untuk terus berbuat yang terbaik dalam kiprahnya di dunia pendidikan.
Seorang guru harus memiliki kematangan, baik intelektual maupun emosional.
Kematangan ini terlihat dari kemampuan bernalar dan bertutur, memberi contoh
dan sikap yang baik, mengerti perkembangan anak dengan segala persoalannya, kreatif,
inovatif, menguasai materi dan banyak metode pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan, situasi dan intelegensi peserta didik.
2.4 Pembelajaran
Modelling
Menurut Rani Pardini yang dikutip oleh Adhi, R (2010), ada tiga model guru
berdasarkan tingkatan kualitasnya, yaitu guru okupasional, guru profesional,
dan guru vokasional.
Guru
okupasional adalah sosok guru yang menjalani profesi guru
sekadarnya, tanpa kepedulian lebih memerhatikan anak didiknya. Guru professional adalah guru yang
memiliki tanggung jawab lebih memenuhi kualifikasi undang-undang dan syarat
kompetensi guru sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sementara Guru vokasional adalah guru yang
menjalani profesinya sebagai sebuah panggilan sehingga menjalani tugasnya
dengan penuh antusias, sabar, komitmen, dan terus mengembangkan diri serta
profesinya.
Dalam mendidik karakter sangat dibutuhkan sosok yang menjadi model. Model
yang dapat ditemukan oleh peserta didik di lingkungan sekitarnya. Semakin dekat
model pada peserta didik akan semakin mudah dan efektiflah pendidikan karakter
tersebut. Peserta didik butuh contoh nyata, bukan hanya contoh yang tertulis
dalam buku apalagi contoh khayalan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Berk yang
dikutip oleh Sit, M (2010), prilaku moral diperoleh dengan cara yang sama
dengan respon-respon lainnya, yaitu melalui modeling dan penguatan.
Lewat pembelajaran modeling akan terjadi internalisasi berbagai prilaku
moral, pro sosial dan aturan-aturan lainnya untuk tindakan yang baik. Demikian
pula menurut Social Learning Theory dalam Bandura yang dikutip oleh
Hadiwinarto, perilaku manusia diperoleh melalui cara pengamatan model, dari
mengamati orang lain, membentuk ide dan perilaku-perilaku baru, dan akhirnya
digunakan sebagai arahan untuk beraksi. Sebab seseorang dapat belajar dari
contoh apa yang dikerjakan orang lain, sekurang-kurangnya mendekati bentuk
perilaku orang lain, dan terhindar dari kesalahan yang dilakukan orang lain.
2.5 Cara
menjadi Guru Teladan dalam Pendidikan Berkarakter
Guru sebagai uswah atau teladan harus memiliki modal dan sifat-sifat
tertentu, diantaranya:
Pertama, Guru harus
meneladani Rasulullah Saw sebagai teladan seluruh alam.
Kedua, guru harus
benar-benar memahami prinsip-prinsip keteladanan. Mulailah dari diri sendiri.
Dengan demikian guru tidak hanya pandai bicara dan mengkritik tanpa pernah
menilai dirinya sendiri. Bercermin pada filosofi ”gayung mandi”, dalam mendidik
karakter guru jangan seperti gayung mandi. Gayung digunakan untuk mandi
bertujuan membersihkan, tapi ia sendiri tidak pernah mandi atau membersihkan
dirinya sendiri. Artinya guru harus mempraktikkannya terlebih dahulu sebelum
mengajarkan karakter kepada peserta didiknya.
Ketiga, guru harus
mengetahui tahapan mendidik karakter. Sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan
pembelajaran yang penulis istilahkan dengan 3P yaitu: pemikiran, perasaan dan
perbuatan.
1.
Tahapan pertama pemikiran; merupakan tahap memberikan
pengetahuan tentang karakter. Pada tahapan ini guru berusaha mengisi akal,
rasio dan logika siswa sehingga siswa mampu membedakan karakter positif (baik)
dengan karakter negatif (tidak baik). Siswa mampu memahami secara logis dan
rasional pentingnya karakter positif dan bahaya yang ditimbulkan karakter
negatif. Senada dengan yang disampaikan dwi hartono, pemikiran merupakan hal
yang harus baik untuk menerima kebenaran lalu menjadi keyakinan yang akan
dilakukan dengan sepenuh hati.
2.
Tahap kedua dalam mendidik karakter ini diistilahkan
dengan perasaan; merupakan tahap mencintai dan membutuhkan karakter positif.
Pada tahapan ini guru berusaha menyentuh hati dan jiwa siswa bukan lagi akal,
rasio dan logika. Diharapkan pada tahapan ini akan muncul kesadaran dari hati
yang paling dalam akan pentingnya karakter positif, yang pada akhirnya akan
melahirkan dorongan/keinginan yang kuat dari dalam diri untuk mempraktikkan
karakter tersebut dalam kesehariannya.
3.
Tahap ketiga perbuatan berperan; pada tahapan ini
dorongan/keinginan yang kuat pada diri siswa untuk mempraktikkan karakter
positif diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari. Siswa menjadi lebih santun,
ramah, penyayang, rajin, jujur, dan semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan
serta hati siapapun yang melihat dan berinteraksi dengannya.
Keempat, Guru harus
mengetahui bagaimana mengimplementasikan pendidikan karakter kepada siswa.
Tanamkan pengertian betapa pentingnya "cinta" dalam melakukan
sesuatu, tidak semata-mata karena prinsip timbal balik. Ciptakan hubungan yang
mesra, agar siswa peduli terhadap keinginan dan harapan-harapan kita serta
tumbuhkan rasa sayang terhadap sesama.
Kelima, guru harus
menyadari arti kehadirannya di tengah siswa, mengajar dengan ikhlas, memiliki
kesadaran dan tanggungjawab sebagai pendidik untuk menanamkan nilai-nilai
kebenaran. Mengajar bukan untuk sekadar melepaskan tugas, mengajar karena
panggilan jiwa, mengajar dengan cinta, merasa bertanggung jawab terhadap
keberhasilan siswa dunia akhirat, dan mampu mengarahkan siswa tentang arti
hidup. Saat anda dilahirkan, anda menangis dan dunia bersorak gembira. Jalani
hidup anda dengan penuh makna sehingga saat anda meninggal dunia akan menangis
dan anda yang bersorak gembira.
Dibutuhkan kerja keras untuk mewujudkan cita-cita mulia ini. Guru harus
mampu menjadi modelnya. Kita tidak akan mampu membuat siswa rajin, tepat waktu,
bertanggung jawab dan lain sebagainya, jika kita tidak duluan mempraktikkannya.
Negeri ini tidak hanya membutuhkan pendidikan karakter, tapi negeri ini
sangat membutuhkan teladan dari pendidik karakter dan teladan dari semua
komponen bangsa. Dengan demikian keinginan untuk membentuk generasi Indonesia
yang santun, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki kepenasaranan
intelektual sebagai modal dalam membangun kreatifitas dan daya inovasi dapat
terwujud sesuai harapan.
Akhirnya, dengan pendidikan yang dapat meningkatkan
semua potensi kecerdasan anak-anak bangsa, dan dilandasi dengan pendidikan
karakternya, diharapkan anak-anak bangsa di masa depan akan memiliki daya saing
yang tinggi untuk hidup damai dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain
di dunia yang semakin maju dan beradab.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan yang terurai ditas maka
dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pendidikan
karakter siswa bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian dan
teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan dan harus
berangkat dari kesadaran masing-masing individu. Sebab, segala sesuatu yang
berangkat dari kesadaran akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan motivasi
yang berasal dari luar dirinya.
2. Tujuan
pendidikan karakter siswa itu sendiri pada hakikatnya tidak hanya
menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang harus menanamkan karakter
positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang.
3. Negeri
ini tidak hanya membutuhkan pendidikan karakter, tapi negeri ini sangat
membutuhkan teladan dari pendidik karakter dan teladan dari semua komponen
bangsa. Dengan demikian keinginan untuk membentuk generasi Indonesia yang
santun, sadar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki kepenasaranan
intelektual sebagai modal dalam membangun kreatifitas dan daya inovasi dapat
terwujud sesuai harapan.
3.2 Saran
1. Pendidikan
karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan
berbagai kegiatan sekolah, untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam
pembelajarannya.
2. Lingkungan
sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu benahi lingkungan
sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3. Guru diharapkan, disiplin terlebih dulu,pasti
siswa akan mengikuti disiplin
(John Luther, dikutip dari Ratna Megawangi, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta:
Lembaga Penerbit FE-UI, 2007).
DAFTAR
PUSTAKA
Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi
Variabel , Jakarta, Depdikbud.
Gunawan, Adi W.2012. Quantum Life
Transformation. Jakarta : Gramedia
Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu.
Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, 2004, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK,
Malang,Universitas negeri Malang.
Trianto, 2009, Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.